PENGUJIAN AFLATOKSIN PADA PAKAN DENGAN METODE ELISA

2024-06-26 11:30:00 | Superadmin

Blog Image

           Aflatoksin merupakan segolongan senyawa toksik (mikotoksin, toksin yang berasal dari fungi) yang dikenal mematikan dan karsinogenik bagi manusia dan hewan. Spesies penghasilnya adalah segolongan fungi (jenis kapang) dari genus Aspergillus, terutama A. flavus (dari sini nama "afla" diambil) dan A. parasiticus yang berasosiasi dengan produk-produk biji-bijian berminyak atau berkarbohidrat tinggi. Kandungan aflatoksin ditemukan pada biji kacang-kacangan (kacang tanah, kedelai, pistacio, atau bunga matahari), rempah-rempah (seperti ketumbar, jahe, lada, serta kunyit), dan serealia (seperti gandum, padi, sorgum, dan jagung). Aflatoksin juga dapat dijumpai pada susu yang dihasilkan hewan ternak yang memakan produk yang terinfestasi kapang tersebut.

Saat ini ada 4 macam aflatoksin yaitu AFB1, AFB2 , AFG1, dan AFG2 yang merupakan aflatoksin induk yang telah dikenal secara alami dan dijumpai di alam . AFB1, adalah jenis aflatoksin yang paling toksik. Kapang tersebut banyak mencemari produk pertanian, diantaranya adalah kacang-kacangan, beras, jagung, gandum, biji kapas dan biji-bijian lainnya. Selain itu, Aflatoksin M1, dan M2 ditemukan pada susu sapi dan merupakan epoksida yang menjadi senyawa antara.

Aflatoksin B1, senyawa yang paling toksik, berpotensi merangsang kanker, terutama kanker hati. Serangan toksin yang paling ringan adalah lecet (iritasi) ringan akibat kematian jaringan (nekrosis). Pemaparan pada kadar tinggi dapat menyebabkan sirosis, karsinoma pada hati, serta gangguan pencernaan, penyerapan bahan makanan, dan metabolisme nutrien.

Metode Pengujian ELISA

Upaya menjaga agar kadar aflatoksin pada pakan dan pangan tetap dalam batas-batas yang masih dapat ditolerir dan tidak membahayakan ternak dan manusia, beberapa negara termasuk Indonesia telah menetapkan batas maksimum kadar aflatoksin pada pakan dan pangan . Metode Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA) sudah mulai dipakai untuk analisis kuantitatif, dan diakui dapat digunakan sebagai metode skrining yang cepat dan sensitif serta sudah banyak dikembangkan dan digunakan. Dibandingkan dengan metoda kimia fisika (kromatografi), Metode ELISA dianggap dapat dilakukan lebih mudah dan cepat serta cukup sensitif. Sementara itu, metoda kimia fisika mempunyai kelemahan selain harga instrumen yang mahal, diperlukan pelaksana yang betul-betul terlatih, dan tahap analisis yang cukup panjang melalui tahapan ekstraksi, pemurnian, pemisahan, dan memerlukan pereaksi cukup banyak, sehingga biaya analisis menjadi mahal . Pengujian aflatoksin dengan metode ELISA menggunakan kit pengujian dan dibaca menggunakan alat ELISA reader.

Prinsip Pengujian ELISA

Format ELISA yang umum dikembangkan untuk senyawa dengan bobot molekul rendah (hapten) adalah ELISA kompetitif. Pada dasarnya terdiri dari 2 format yaitu kompetitif langsung dan kompetitif tidak langsung. Prinsip dari pengujian Aflatoksin menggunakan Kit Aflatoksin adalah Direct Competitive ELISA. Aflatoksin diekstrak dari sampel menggunakan 70 % methanol. Standar dan ekstrak sampel dicampur dengan enzym konjugat terlebih dahulu dalam plate pencampuran (dilution microwell), kemudian dipindahkan ke dalam plate yang sudah terlapis antibodi (antibody coated microwell). Aflatoksin yang ada dalam sampel dan standar akan berkompetisi dengan antigen yang ada dalam enzym konjugat untuk berikatan dengan antibodi di dalam plate. Setelah proses pencucian dengan aquades, dilakukan penambahan substrat yang akan memberikan efek warna biru. Semakin tinggi kadar aflatoksin, semakin pudar intensitas warnanya. Penambahan stop solution dilakukan untuk menghentikan reaksi, dan mengubah warna dari biru menjadi kuning. Intensitas warna diukur dengan ELISA Reader pada panjang gelombang 450nm.

Batasan Cemaran Aflatoksin Pada Pakan

Mutu pakan tidak hanya ditentukan oleh komposisi nilai gizi dari pakan tersebut, tetapi juga harus bebas dari kontaminan seperti senyawa racun aflatoksin yang berpotensi mencemari pakan ternak. Oleh sebab itu untuk menghindari kerugian dan melindungi konsumen produk peternakan, pemerintah menetapkan peraturan berkaitan dengan mutu pakan. Pengujian bahan baku pakan dan pakan mengacu pada persyaratan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Persyaratan Teknis Minimal yang berlaku secara nasional . SNI adalah standar yang dikeluarkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) dan berlaku secara nasional, sedangkan terhadap standar mutu pakan yang tidak atau belum ditetapkan dalam SNI, maka Menteri Pertanian telah menetapkan Persyaratan Teknis Minimal (PTM). Beberapa SNI kadar maksimum aflatoksin pada pakan ditampilkan pada Tabel 1 :

Tabel 1. Kadar Maksimum Aflatoksin (Afla) menurut SNI

No

Jenis Pakan

Afla (ppb)

Nomor SNI

Mutu I

Mutu II

1

Ayam Pedaging (Broiler)

 

 

Prestarter

40

50

8173-1:2022

 

Starter

50

50

8173-2:2023

 

Finisher

50

50

8173.3:2023

2

Ayam Petelur (Layer)

 

 

Pre starter

50

8290.1:2016

 

Starter

50

8290.2:2016

 

Grower (Dara)

50

8290.3:2016

 

Pre layer

50

8290.4:2016

 

Layer

50

8290.5:2016

 

Layer post peak

50

8290.6:2016

3

Ayam Buras

 

 

Starter

50

60

7783-1:2022

 

Grower

50

60

7783-2:2022

 

Layer

50

50

7783-3:2022

4

Konsentrat Sapi Perah

 

 

Pemula-1

50

3148-1:2017

 

Pemula-2

100

3148-1:2017

 

Dara

200

3148-1:2017

 

Laktasi

100

3148-1:2017

 

Laktasi Produksi Tinggi

100

3148-1:2017

 

Kering Bunting

100

3148-1:2017

 

Pejantan

200

3148-1:2017

5

Konsentrat Sapi Potong

3148-2:2017

 

Penggemukan

200

3148-2:2017

 

Induk

200

3148-2:2017

 

Pejantan

200

3148-2:2017

6.

Pakan Itik Pedaging

 

 

Starter

25

8507:2018

 

Penggemukan

25

8508:2018

7.

Pakan Itik Petelur

 

 

Grower

20

3909:2017

 

Layer

20

3910:2017

8.

Pakan Puyuh (Quail)

 

 

Starter

40

40

3905:2023

 

Grower

40

40

3906:2022

 

Layer

50

50

3907:2023

9

Pakan Babi

 

 

Anak prasapih (Prestarter)

30

30

3911:2023

 

Anak sapihan (Starter)

40

40

3912:2023

 

Pembesaran (Grower)

40

40

3913:2023

 

Penggemukan (Finisher)

40

40

3914:2023

 

Induk Bunting

40

40

3915-1:2023

 

Induk menyusui

40

40

3915-2:2023

10

Pakan kuda

 

 

Kuda Anak

30

8817:2019

 

Kuda Muda

30

8817:2019

 

Kuda Dewasa

30

8817:2019

 

Kuda Bunting

30

8817:2019

 

Kuda Menyusui

30

8817:2019

 

Kuda Pejantan

30

8817:2019

 

Kuda performa sedang

30

8817:2019

 

Kuda performa berat

30

8817:2019

11

Pakan konsentrat kambing perah

 

 

Anak kambing perah

150

8818:2019

 

Kambing perah laktasi

100

8818:2019

12

Pakan konsentrat domba penggemukan

200

8819:2019

Daftar Pustaka

Direktorat Pakan. 2023. Kumpulan SNI Pakan. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Kementerian Pertanian.

Mulyawantiet al.2006. Aflatoksin Pada Jagung Dan Cara Pencegahannya. Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian Vol.2 2006 : 23-34

Rachmawati, S. 2005. Aflatoksin Dalam Pakan Ternak di Indonesia : Persyaratan Kadar dan Pengembangan Teknik Deteksinya. Wartazoa Vol 15 No.1.

Widiastuti. 2006. Mikotoksin: Pengaruh Terhadap Kesehatan Ternak dan Residunya Dalam Produk Ternak Serta Pengendaliannya. Wartazoa Vol. 16 No. 3: 116-122.

 

Detect Feed Patie

Tracking Status Hasil Pengujian

Survei Kepuasan Pelanggan

Yuk bantu tingkatkan kualitas pelayanan kami agar lebih baik lagi kedepannya!

Agenda Kegiatan
Lokasi Kami
Grafik

Aksesibilitas

Kontras
Saturasi
Pembaca Layar
D
Ramah Disleksia
Perbesar Teks
Jarak Huruf
Jarak Baris
Perataan Teks
Jeda Animasi
Kursor
Reset